Beberapa tahun yang lalu, Tuhan berbaik hati dengan memberikan aku “liburan” ke Thailand. Liburan yang aku maksud itu pergi ke Thailand dengan tim choir sekolah untuk mengikuti kompetisi di sana. Sebenernya, aku bisa dibilang “anggota kaget”. Kenapa? Karena sebelumnya aku sama sekali nggak pernah ikut ekstra choir. Berhubung tim kekurangan orang, akhirnya direkrutlah beberapa orang awam dan aku termasuk dari sedikit yang beruntung. Waktu terpilih jadi anggota, yang ngebuat aku seneng sebenernya bukan karena bisa masuk timnya, tapi karena bakal “piknik” ke Thailand dan S’pore dengan biaya yang murah banget. Cuma bayar sekitar 2,5 juta. Kapan lagi ada kesempatan kayak gini? Hahaha
Singkat cerita, aku dan anggota choir lainnya berangkat ke Thailand di bulan Juli 2007. Setelah ikut kompetisi, kami diajak tour. Waktu makan siang, kami diantar ke sebuah restoran yang cukup lux. Begitu masuk, di bagian tengah restoran ada meja panjang yang di atasnya ada banyak roti, kudapan, dan salad yang ngebuat orang jadi ngiler. Beberapa teman ada yang langsung teriak-teriak norak saking lapernya.
“Kue! Gila, laper banget!” “Ambilin kuenya dong” “Kuenya kecil banget” “Kuenya enak!!”
Gerombolan kelaparan ini langsung nyerbu meja dan nguras semua yang ada di situ. Aku cuma ngambil salad yang ada di pinggiran. Bukannya aku nggak suka roti, tapi jadi nggak bisa ngambil roti gara-gara ada gerombolan kelaparan itu. Sial! Padahal tadinya aku udah ngincar black forest yang coklatnya banyak banget.
Dengan agak keki, aku nyari tempat duduk di deket jendela dan makan salad sambil ngeliatin gerombolan tadi makan roti. Mereka ketawa-ketiwi sambil ngomongin rotinya. Nah, aku mulai nyadar ada yang agak aneh di sini. Setiap kali mereka nyebutin kata “kue”, pelayan restorannya tuh kayak mau ketawa tapi ditahan. Beberapa malah bisik-bisik sambil cekikikan. Ada yang pasang tampang jijik juga. Aneh...
Waktu main coursenya keluar, guru pembimbing deketin kita dan ngomong dengan suara yang pelaaaaan banget. Setelah dia selesai ngomong, gerombolan yang tadi teriak-teriak “kue” itu diem dan beberapa mukanya jadi rada merah. Sedangkan aku dan temen-temen langsung ketawa kayak orang gila.
Ternyata, di Thailand, kata “kue” itu punya arti yang beda banget sama “kue” dalam bahasa Indo. Di sana tuh “kue” artinya (maaf) alat kelaminnya cowok!! Nggak tau gimana penulisannya, pokoknya pelafalannya itu sama kayak “kue” dalam bahasa Indo.
Sampai sekarang aku dan anggota choir yang ikut ke Thailand masih suka ketawa kalau inget kejadian dodol di restoran itu. Coba aja dibayangin klo kita yang jadi orang Thailand. Ada anak-anak umur belasan tahun, makannya di restoran elite, begitu masuk langsung teriak “KUE!!”. Mana ngomongnya keras dan sering banget lagi diucapinnya. Awalnya mereka kira kita tuh orang Thailand juga soalnya wajahnya mirip sama orang sana. Untung akhirnya mereka nyadar kalau kita tuh turis. Coba kalau nggak, waduh... bisa hancur image choir sekolahku gara-gara gerombolan kelaparan itu.
Kamis, 15 April 2010
Kue.... Oh.... Kue...
Labels: Unforgetable
Kamis, 01 April 2010
Sier
Ada satu daerah di kota ini yang sangat menarik perhatian saya. Kita sebut saja nama daerahnya Sier. Kakek dan nenek saya tinggal di Sier. Masa kecil dari ibu saya juga banyak dihabiskan di sini. Sier memiliki banyak hal yang tampak berkilauan di mata saya. Mungkin orang lain tidak melihat Sier sebagaimana saya melihatnyanya. Jadi, inilah Sier dari mata saya.
Sier adalah salah satu daerah yang keberadaannya sudah cukup tua di kota saya. Daerah ini sudah mulai dibangun sejak Belanda masih menjajah Indonesia. Dulu, pemerintah kolonial menyewakan rumah-rumah di Sier. Mayoritas penyewanya adalah imigran Cina yang mencoba untuk mengadu nasib di Indonesia.
Sier bukanlah sebuah daerah elit. Anda tidak akan pernah menemukan rumah dengan pagar tinggi di sini. Di Sier juga tidak ada rumah yang memiliki halaman yang luasnya seperti lapangan basket. Mayoritas rumah di Sier memiliki luas tanah kurang dari 50m2. Sangat kecil bukan? Karena itu, para penyewa memilih untuk membangun rumahnya ke atas. Bila anda datang ke Sier sekarang, anda akan menemukan bahwa semua rumah di sana bertingkat.
Seiring dengan berjalannya waktu, Belanda hengkang dari Indonesia. Walaupun begitu, tidak ada yang mengusik para penyewa di Sier. Sayangnya, beberapa “penyewa” gelap mulai membangun rumah sendiri. Akibatnya penataan Sier mulai acak-acakan. Lengkong-lengkong atau gang tikus –jalan sempit yang biasanya hanya bisa dilalui 1 orang- bertambah banyak dan saluran air mulai menyempit. Jalan-jalan di Sier juga semakin kecil karena “dimakan” penyewa yang membangun rumahnya ke depan.
Karena drainase yang buruk, Sier sering dilanda banjir. Untungnya, karakteristik banjir ini hanya sekedar “numpang lewat”. Jadi, bila hujan turun agak lama, maka jalan di Sier akan terendam air setinggi mata kaki. Tapi tunggu 10 menit dan coba lihat lagi ke luar. Jalan pasti sudah kering.
Saat ini penduduk Sier sudah mendapat sertifikat hak milik atas rumah mereka. Karena itu, mayoritas bangunan di Sier telah direnovasi. Jadi tidak akan ditemukan lagi bangunan bergaya kuno di sini. Yang masih tegak berdiri sebagai bangunan peninggalan dari zaman Belanda yang tidak mengalami perubahan mungkin hanya kamar mandi umum yang sekarang nyaris tak pernah dipakai. Kamar mandi yang masih kokoh berdiri ini menunjukkan kualitas bangunan yang dibangun oleh Belanda. Kata penduduk setempat, bangunan kuno di Sier dirancang menjadi bangunan yang tahan lama. Temboknya saja merupakan tembok beton yang benar-benar kuat sehingga susah untuk memasang paku di tembok.
Banyak orang menganggap Sier merupakan salah satu potret daerah kumuh. Karena banyaknya gang tikus, Sier sering diidentikan dengan daerah tempat preman. Untungnya Sier terletak di daerah yang cukup strategis di kota saya.
Namun di mata saya, Sier adalah suatu kawasan di mana ada sedikit waktu yang terperangkap dari masa lalu. Walaupun arsitektur bangunannya telah banyak berubah, namun masih dapat ditemui kenangan dari masa lalu yang tersimpan dalam beberapa bangunan dan jalan-jalan di Sier. Saya masih bisa merasakan suasana Sier kuno saat berjalan di jalanannya. Ukiran lambang khas Cina di atas beberapa rumah dan tembok Sier yang masih dibiarkan terpasang oleh pemiliknya menguatkan suasana itu. Bila duduk di loteng dan melihat bangunan kamar mandi umum yang masih berdiri angkuh di bawah sana, saya seolah terbawa kembali ke masa lalu, ke masa-masa di mana penyewa Sier mengantri untuk menggunakannya.
Katakanlah semua hanya imajinasi saya, tapi itulah Sier yang saya lihat dari mata saya. Sier yang menyimpan sedikit waktu yang terperangkap dari masa lampau. Sier yang masih meyisakan kenangan...
Labels: ....... dari Mata Saya
Mimpi
Waktu kita kecil, pasti sering banget denger pepatah “Gantungkan cita-citamu setinggi langit”. Terus, kenapa sekarang banyak yang protes waktu aku bener-bener nglakuin pepatah itu? Bukannya kalian dulu yang sering bilang kayak gitu?
Awalnya mereka diem aja waktu aku bilang aku mau jadi dokter. Sampai akhirnya, akhir-akhir ini ada om yang bilang sama Mama, “Ndak usah jadi dokter, ketinggian. Kuliahin aja di akutansi atau manajemen kayak si A, si B, si C”. Untung aku punya Mama yang luar biasa. Dia nggak ngedengerin omongan si om ini dan bilang ke aku kalau dia bakal tetep ngijinin aku kuliah kedokteran.
Sekarang logikanya gini deh ya, aku udah susah2 berjuang di kelas IPA biar kelak bisa masuk kedokteran. Dengan masuk IPA, brarti aku harus ngerelain waktu buat hobiku jadi ilang. Jadi anak IPA brarti harus siap sama ulangan yang sering numpuk jadi 1. IPA sama skali nggak santai dan aku harus bener2 memperjuangkan nilai-nilai dan peringkatku. Beda sama kelas X, aku nggak bisa lagi belajar sambil nyambi baca novel. Jadi, tolong JANGAN nyuruh aku kuliah akun atau manajemen! Slaen karena aku dari kecil nggak suka sama yang berhubungan dengan ekonomi, masuk ke jurusan itu cuma bakal matiin potensiku. Aku tau apa potensiku dan yang jelas, itu bukan di ekonomi.
Tanpa kalian ngomong pun, aku udah tau koq kalo kuliah kedokteran tuh keliatan kayak mimpi buat aku. Tapi, bisa nggak sih kalian nggak matiin mimpiku yang udah redup itu? Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin. Aku masih ingat saat kalian kaget waktu liat peringkat ujianku. Itu juga terlihat nggak mungkin kan? Secara di sekolah banyak banget yang jenius... Dari kejadian itu aja, apa kalian nggak belajar buat percaya kalo kelak mungkin aku bisa ngebuat mimpi itu jadi kenyataan?
Kalian bilang, ganti mimpimu dengan sesuatu yang lebih sesuai dengan realita. Hmph... Kalo berdasarkan realita, menurutku itu sama sekali bukan mimpi. Mimpi yang berdasarkan kenyataan hidup itu nggak ada. Bukannya dulu orang juga cuma ketawa waktu ada yang bilang mau terbang ke bulan? Apa terbang ke bulan sesuai dengan fakta yang ada di jaman itu? “Mimpi” yang sesuai dengan realita itu cuma buat orang yang nggak mau maju dalam hidupnya. Menurutku, kalian selama ini cuma berputar –dan terjebak- dalam kehidupan yang itu-itu aja dan stagnan gara-gara kalian nerapin prinsip “mimpi yang sesuai dengan realita”.
Aku nggak mau stagnan kayak kalian. Jadi, tolong berhenti protes dan biarkan aku berusaha buat jadiin mimpi itu jadi kenyataan.
Bersama Tuhan, nggak ada yang nggak mungkin... =)
History Maker
Beberapa waktu yang lalu, aku ngebaca tulisan di blog seseorang tentang kecelakaan yang dialami Nikita Putri dkk. Kecelakaan yang mereka alami emang tragis. Bayangin aja, mobil mereka nabrak pagar tol dan terbang ke rumah pejabat. Trus, ada yang “nyangkut” di balkon rumah gara-gara dia nggak pake sabuk pengaman dan kaca depan mobilnya pecah. Aku sempet nangis juga sih waktu ngebaca cerita tentang mereka. Mereka kan masih muda, tapi harus berakhir tragis kayak gitu...
Abis itu, aku jadi inget kalo temanku juga ada yang kecelakaan mobil tanggal 13 Februari kemarin. Diantara 9 orang yang kecelakaan, ada 1 orang yang meninggal, sisanya luka-luka. Yang membuatku jadi sedikit mikir tuh hal yang membedakan antara mereka sama Nikita dkk. Mereka sama-sama remaja, sama-sama kecelakaan mobil, sama-sama ada yang meninggal, tapi..... banyak orang yang bersimpati dan mendadak “kenal” sama temen-temennya Nikita. Semua pada berlomba-lomba ngeadd FB-nya pacarnya Nikita, cuma buat ngucapin rasa simpati mereka ke Willy yang ditinggal Nikita. Sedangkan temanku yang kecelakaan itu, terlupakan gitu aja.....
Padahal kecelakaan yang mereka alami juga tragis. Jadi malam nto, mereka ber-9 pulang dari Rinjani View. Dalam perjalanan pulang, besi yang fungsinya bwat nyangga mesin tiba-tiba patah. Akibatnya, mobil nggak bisa dikendaliin lagi dan terbalik. Salah 1 penumpang terlempar keluar dan langsung meninggal di tempat. Terus tunangannya sodaraku harus ngerelain matanya jadi cacat gara-gara kecelakaan itu. Ada juga yang dijahit 30 jahitan di kepala. Lalu yang paling ngebuat aku shock, ada yang bilang kalo ada yang dirawat di RSJ. Awalnya aku nggak percaya. Sampai akhirnya sodaraku klarifikasi tentang itu.
“Yang masuk RSJ? Oh! Itu lho, yang dulu pernah maen ke rumahmu!”
Shock..... Aku cuma bisa bilang “Kasian ya...”, tapi sebenernya dalam hati aku sedikit nyalahin ortu dari yang meninggal. Kenapa sih mereka tega nuntut dia gara-gara anak mereka mati? Toh kecelakaan itu bukan salahnya dia. Apa mereka nggak nyadar kalo dia juga udah depresi gara-gara ada teman yang meninggal di depan matanya? Tapi yah... semua udah terjadi.... Aku cuma bisa doain semoga dia bisa cepet keluar dari tempat itu... T_T
Well, balik lagi ke Nikita vs Temanku. Nggak ada pages khusus yang dibuat untuk mengenang temanku kayak yang dibuat khusus bwat Nikita. Teman2ku nggak jadi selebritis dadakan kayak Nikita. Singkatnya, yang satu bakal dikenang oleh banyak orang, sedangkan yang laen bakal cuma dilupain gitu aja. Yah mungkin cuma keluarga dan sahabat mereka aja yang inget.
“Oh, si A yang meninggal pas malam Xincia itu? Kasian...”
Udah.. Paling cuma itu aja komentar mereka. Aku jadi sedih dan kepikiran, “Kira-kira, apa yang bakal dikenang sama orang kalo aku meninggal nanti? Apa mereka bakal terus ingat sama aku? Atau jangan-jangan, mereka malah lupa kalo mereka kenal sama aku?”
Yang aku dapetin dari kecelakaan Nikita dan temanku tuh buanyaaak banget. Salah satunya, kamu harus kamu harus meninggalkan sejarah yang bisa membuatmu diingat terus. Banyak yang jadi tau tentang Nikita dkk karena ada teman2 mereka yang ngebuat banyak hal untuk teman mereka yang udah dipanggil sama Tuhan itu, mulai dari cerpen sampe pages khusus buat mereka. Itu brarti, Nikita dkk udah ngebuat dan ninggalin suatu sejarah yang berkesan di hati teman2nya sampai mereka mau nglakuin banyak hal bwat mengenang Nikita.
Karena itu, aku mulai mikir lagi. Di umurku yang udah 16 taon ini, sejarah apa sih yang udah aku buat? Apa sejarah yang aku buat itu akan membuat orang-orang terus mengenangku dan cerita tentang aku ke anak-cucu-cicit mereka? Apa sejarahku mampu ngubah kehidupan orang laen dan jadi berkat bwat mereka?
Gimana dengan kamu?
Labels: c'est la vie